Beberapa waktu lalu, di sekolah saat pelajaran BK
(Bimbingan Konseling), kami diajari sesuatu yang bernama ‘pacaran islami’. Apa
itu pacaran Islami? Jawabannya mana ada yang namanya pacaran islami?!
Ajaran Islam yaitu pacaran ialah haram, dan
tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun karena haditsnya tentang perempuan dan
laki-laki sudah jelas sekali.
Guru yang menjelaskan tentang Pacaran Islami ialah
mahasiswa PPL dari sebuah universitas Islam.
Sudahlah, mas, justifying pacaran itu cuma buang-buang
waktu saja. Bukankah ‘Pacaran Islami’ itu salah satu produk Islam Liberal (yang
tentu saja semua dari kita tahu bahwa itu ialah ajaran sesat a la orang-orang
sesat)? Memangnya pantas ya, guru BK, apalagi dari univ Islam, mengajarkan hal
seperti itu?
Ngomong tentang “pacaran yang menaikkan semangat
belajar”, “pacar sebagai tempat curhat”, dan “pacaran tanpa melenceng dari
agama”… memangnya bisa? No, memangnya
ada? Bicara tentang ‘pacaran yang menaikkan semangat belajar’ terdengar idealis
sekali, apalagi karena nyaris semua pasangan yang kuketahui di sekolah kerjanya
hanya bergalau-galau ria tanpa their
significant other.
Daripada belajar, mereka hanya menghabiskan waktu untuk
SMS, dsb. Ada sobatku yang berpacaran (yang langgeng,
katanya), setiap hari SMS isinya hanya “halo say :)”, “Apa kabar?”, dan
“lagi apa?” yang diulang-ulang lebih dari ratusan kali. Sebenarnya apa yang
edukatif dari SMS-SMS seperti itu?
Hah, ‘menaikkan semangat belajar’, what a joke.
Bagus kalau bisa begitu. “Say, belajar yuk, biar masuk SMA favorit bareng.”
Memangnya semudah itu? Kalau memang mudah seperti itu,
kurasa tak ada satupun couple di
sekolah yang nilainya turun dan lainnya. Kalau begitu, nggak ada lah, konseling
bagi siswa tentang, ahem, cinta.
Hari ini aku ditanyakan oleh adik kelas “Mbak, pacaran
di sekolah boleh nggak?”
Spontan saja kujawab, “Dek, logika deh. Kalau cinta
sekarang, nikah aja. Ngapain pacaran dulu? Katanya cinta?”
Adek itu langsung melongo. Wahaha.
0 件のコメント:
コメントを投稿